Senin, 29 Mei 2017

Ahlul Halli Wal Aqdi

AHLUL HALLI WAL AQDI
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Politik Islam
Dosen Pengampu: Bapak Adib
 


Disusun oleh:
Ikromah                       (1401016036)
Siti mumayzah            (1401016037)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017



       I.            PENDAHULUAN
Pada zaman Nabi Muhammad saw. Lembaga Ahlul Halli Wal Aqdi belum dikenal. Begitupun pada masa abbsiyah pengertian Ahlul Halli Wal Aqdi diartikan dengan orang-orang yang mempunyai wewenang melonggar dan mengikat. Istilah tersebut dirumuskan para ahli fiqih sebgai sebutan bagi orang-orang yang bertindak sebagi wakil umat untuk menyuarakan hati mereka


    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa yang dimaksud dengan Ahlul Halli Wal Aqdi?
B.     Dasar Ahlul Hilli Wal Aqdi dalam Al-Qur’an?
C.     Bagaimana syarat menjadi Ahlul Halli Wal Aqdi?
D.    Apa tugas dan wewenang Ahlul Halli Wal Aqdi?
 III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ahlul Halli Wal Aqdi
Secara bahasa Ahlu Halli Wal Aqdi memiliki pengertian orang-orang yang melepas dan mengikat atau orang yang dapat memutuskan dan mengikat. Sedangkan para ahli fiqh siyasah Ahlu Halli Wal Aqdi adalah orang-orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menentukan sesuatu atas nama umat (warga negara). Atau lembaga perwakilan yang menampung dan menyalurkan aspirasi atau suara suatu masyarakat.
Dalam terminologi politik Ahlul Halli Wal Aqdi adalah dewan perwakilan (lembaga legislatif) sebagai representasi dari seluruh masyarakat (rakyat)yang akan memilih kepala negara serta menampung dan melaksanakan aspirasi rakyat.[1]
Istilah Ahlul Hilli Wal Aqdi mulai timbul dalam kitab-kitab para ahli tafsir dan ahli fiqh setelah masa rasulullah SAW. Mereka berada diantara orang-orang yang dinamakan dengan Ash-Sahabah.
Kelompok Ahlul Hilli Wal Aqdi dan pemilu adalah seperti masalah “kekhalifahan” sebagaimana yang dikatakan oleh ibn khaldun yakni termasuk kemaslahatan umum yang semua pengaturannya diserahkan kepada rakyat. Hal itu tidak termasuk masalah-masalah yang berkaitan dengan ibadah atau keyakinan, tetapi termasuk adat.
Tidak diragukan lagi bahwa banyaknya sebutan kelompok Ahlul Hilli Wal Aqdi dalam turats fiqh sejak awal islam adalah dewan perwakilan rakyat atau ahlul ikhtiar, yang para khalifah selalu merujuk dalam perkara-perkara rakyat juga berkomitmen dengan pendapat, dan mempunyai hak untuk memilih atau menobatkan khalifah juga memberhentikannya, yang terdiri dari para ulama, para pemimpin suku dan pemuka masyarakat, menguatkan “kekuasaan besar yang dimiliki kelompok (Ahlul Hilli Wal Aqdi) dan jela menunjukkan bahwa kelompok ini merupakan lembaga legislatif.”
Metode pemilihan kepala negara dalam islam termasuk masalah-masalah yang mempunyai bentuk politik konstitusional yang berpengaruh dengan kondisi dan keadaan masyarakat juga perubahan-perubahan zaman.
Dasar dalam masalah ini adalah bahwa rakyat yang memiliki kekuasaan dalam memilih pemimpin, sementara Ahlul Hilli Wal Aqdi mewakili mereka, kecil jumlahnya dari rakyat, tetapi memiliki kapasitas untuk memikul tanggung jawab memilih pemimpin.
B.     Dasar Ahlul Hilli Wal Aqdi dalam Al-Qur’An
          Bila Al-Qur’an dan sunah sebagai dua sumber perundang-undangan islam tidak menyebutkan Ahlul Hilli Wa Aqdi atau dewan perwakilan rakyat, namun sebutan itu hanya ada di dalam turats fiqih di bidang politik keagamaan dan pengambilan hukum substansial dari dasar-dasar menyelururuh, maka dasar sebutan ini didalam Al-Qur’an ada dalam mereka yang disebut dengan “ulil amri”  firman Allah saw, dalam surat An-Nisa ayat 59
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs?
Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz
 ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
          Dasar sebutan ini juga ada dalam mereka yang disebut dengn umat dalam firman Allah surat AlQuran surat Al- Imran ayat104
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur
ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
Artinya:
          “dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
          Dengan demikian, fiqh politik islam telah mencipakan satu bentuk musyawarah dimasa awal timbulnya daulah islamiyah di madinah, sebagaimana ia juga telah menciptakan satu bentuk konstitusi yang dikenal dengan konstitusi madinah. Bentuk musyawarah itu tidak lain kecuali apa yang dikenal dengan Ahlul Hilli Wal Aqdi atau dewan perwakilan rakyat atau Ahlul ikhtiar diawal islam, yang mereka telah dipercaya oleh rakyat dengan keilmuan dan kecendekiawan mereka serta keikhlasan mereka juga dengan keseriusan mereka dalam membuat hukum-hukum yang diperlukan, baik yang berkenaan dengan peraturan sipil, politik, dan administratif. [2]
C.     Syarat menjadi Ahlul Halli Wal Ahdi
          Menurut Al farra untuk menjadi Ahlul Halli Wal Aqdi harus memiliki 3 syarat:
1.      Adil
2.      Mempunyai ilmu pengetahuan yang dengan ilmu pengetahuan itu dapat mengetahui siapa saja yang berhak memegang tongkat kepemimpinan.
3.      Harus terdiri dari para pakar dan ahli manajemen yang dapat memilih siapa yang lebih pantas untuk memegang tongkat kepemimpinan.[3]

Menurut Al-Mawardi memberikan tiga syarat untuk menjadi Ahlul Halli Wal Aqdi:
1.      Adil.
2.      Mempunyai ilmu yang bisa digunakan untuk mengetahui orang yang berhak menduduki jabatan Imamah (Khi-lafah) berdasarkan syarat yang diakui.
3.      Memiliki kecerdasaan dan kearifan yang menyebabkan dia mampu memilih imam yang paling maslahat dan paling mampu tentang kebijakan-kebijakan yang membawa kemaslahatan bagi umat.[4]
    Yang dikemukakan oleh Al-Farra dan Al-Mamardi tersebut sangat mirip. Selain itu syarat yang harus dipenuhi adalah seperti syarat dalam hal-hal yang lain seperti, baligh, merdeka, laki-laki, dan beragama islam. Akan tetapi untuk syarat laki-laki yang beragama islam terjadi perbedaan pendapat antara para ulama. Ulama salaf berpendapat bahwa wanita dan kafir dzimmi tidak boleh menjadi anggota majlis syura karena pada masa nabi kafir dzimmi menjadi warga nomer dua dalam urusan politik, sedangkan wanita pada zaman nabi itu hanya menjadi ibu rumah tangga. Sedangkan ulama fiqih kontemporer seperti Fuad Abdul Mun’im (pakar politik islam kontemporer mesir) memperbolehkan dengan batasan-batasan tertentu yang tidak melanggar syariat hukum. Namun demikian, ada beberapa perbedaan mendasar antara dua lembaga tertinggi negara tersebut, sehingga banyak ulama yang menolak eksistensi DPR atau MPR sebagai lembaga tertinggi di dalam sebuah negara, dengan sitem demokrasi yang banyak dianut oleh negara-negara islam. Adapun perbedaan sistem khilafah dengan sistem parlemen DPR atau MPR adalah sebagai berikut :
a.   Dari segi perkembangannya
      Sistem Ahlu Halli Wal Aqdi berkembang sejak adanya pemerintahan islam pertama kali pada masa abu bakar as-shidiq yang merupakan ijma’ sahabat ra, dan merupakan hujjah yang tidak terbantahkan.
b.   Dari sistem keanggotaannya
1.      Didalam sistem ahlu halli wal aqdi, anggotanya harus seorang muslim yang adil. Adapun dalam sistem parlemen, anggotanya tidak harus beragama islam, orang komunis atau ateis pun bisa menjadi anggota, bahkan menjadi ketua DPR atau MPR, selama rakyat mendukung.
2.      Didalam sistem ahlu halli wal aqdi anggotanya harus seorang laki-laki. Namun dalam sistem parlemen, perempuan dibolehkan menjadi anggota didalamnya.
3.      Anggota ahlul halli wal aqdi harus seorang yang berpengetahuan luas terhadap ajaran islam, sedangkan anggota parlemen boleh dari orang yang kurang pengetahuan tentang masalah agama.
4.      Dari segi tugas dan peranannya. Tugas ahlul halli wal aqdi harus sesuai dengan aturan syariat islamiyah. Mereka tidak boleh merubah aturan Allah dan rasulnya yang sudah paten dan mapan, walau seluruh anggota dan rakyat menghendaki perubahan itu. Adapun didalam parlemen, mereka bebas dan leluasa menentukan sebuah hukum, undang-undang, dan bahkan merubh hukum Allah selama hal itu disepakati seluruh anggota atau atas kehendak rakyat.
D.    Tugas dan wewenang Ahlul Hilli Wal Aqdi
Tugas Ahlul Hilli Wal Aqdi tidak hanya bermusyawarah dalam perkara-perkara umum kenegaraan, mengeluarkan Undang-Undang yang berkaitan dengan kemaslahatan dan tidak bertabrakan dengan satu dasar dari dasar-dasar syariat yang baku dan melaksanakan peran konstitusional dalam memilih pemimpin tertinggi negra saja. Tetapi tugas mereka juga mencakup melaksanakan peran pengawasan atas kewenangan legislatif sebagai wewenang pengawasan yang dilakukan oleh rakyat terhadap pemerintah dan penguasa untuk mencegah mereka dari tindakan pelanggaran terhadap satu hak dari hak-hak Allah. [5]
Tugas Ahlul Hilli Wal Aqdi antara lain memilih khalifah, imam, kepala negara secara langsung. Oleh karena itu Ahlul Hilli Wal Aqdi juga disebut oleh Al-Mawardi sebagai ahl ikhtiyar (golongan yang berhak memilih). Peranan golongan ini sangat penting untuk memilih salah seorang diantar ahl imamah (golongan yang berhak dipilih) untuk menjadi khalifah. Ahlu Hilli Wal Aqdi adalah orang-orang yang langsung berhubungan langsung dengan rakyat yang telah memberi kepercayaan kepada mereka. [6]
Ahlul Halli Wal Aqdi mempunyai wewenang :
1.   Ahlul Halli Wal Aqdi adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang mempunyai wewenang untuk memilih dan membaiat imam serta untuk memecat dan memberhentikan khalifah
2.   Ahlul Halli Wal Aqdi mempunyai wewenang untuk mengarahkan kehidupan masyarakat kepada yang maslahat
3.   Ahlul Halli Wal Aqdi mempunyai wewenang untuk membuat Undang-Undang yang mengikat pada seluruh umat didalam hal-hal yang tidak diatur tegas oleh Al-Quran dan hadits
4.   Ahlul Halli Wal Aqdi tempat konsultasi imam didalam kebijakannya
5.   Ahlul Halli Wal Aqdi mengawasi jalannya pemerintahan
Wewenang tersebut hampir mirip dengan MPR, DPR dan DPA di indonesia sebelum amandemen UUD 1945. Ahlul Halli Wal Aqdi sangat penting dalam kehidupan bernegara. Karena pada negara hakekatnya rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi. Sedangkan rakyat tidak dimungkinkan untuk kumpul bersama.[7]











 IV.            KESIMPULAN
Secara bahasa Ahlu Halli Wal Aqdi memiliki pengertian orang-orang yang melepas dan mengikat atau orang yang dapat memutuskan dan mengikat. Sedangkan para ahli fiqh siyasah Ahlu Halli Wal Aqdi adalah orang-orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dan menentukan sesuatu atas nama umat (warga negara). Atau lembaga perwakilan yang menampung dan menyalurkan aspirasi atau suara suatu masyarakat. Dasar Ahlul Hilli Wal Aqdi terdapat pada Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 59 dan 83, juga terdapat pada Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 104.
Terdapat tiga syarat untuk menjadi Ahlul Halli Wal Aqdi yang dikemukakan oleh Al-Farra dan Al-Mawardi, syarat keduanya sangat mirip.
Tugas Ahlul Hilli Wal Aqdi antara lain memilih khalifah, imam, kepala negara secara langsung. Oleh karena itu Ahlul Hilli Wal Aqdi juga disebut oleh Al-Mawardi sebagai ahl ikhtiyar (golongan yang berhak memilih). Selain tugas Ahlul Halli Wal Aqdi juga mempunyai wewenang yang wewenang itu hampir mirip dengan MPR,DPR,DPA diindonesia sebelum amandemen UUD 1945.

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah kami buat. Makalah ini masih banyak kekurangan dari segi isi maupun yang lainnya, maka dari itu kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan untuk menjadikan makalah ini lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pemakalah dan pembaca.
                      











DAFTAR PUSTAKA

Farid Abdullah Khaliq, Fikih Politik Islam, (jakarta, Amzah, 2005), Hal:78-80.

https://hizbut-tahrir.or.id/2015/08/31/siapa-ahlul-halli-wal-aqdi/ diakses pada tanggal 08 oktober 2016 jam 08.00 WIB.
http://fadliyanur.blogspot.com/ahlul-halli-wal-aqdi.html diakses pada tanggal 08 oktober 2016 jam 08.30 WIB.
http://iwannasti.blogspot.co.id/makalah-fiqh-siyasah.html diakses pada tanggal 08 oktober 2016 jam 08.50 WIB
















                            








[1] https://hizbut-tahrir.or.id/2015/08/31/siapa-ahlul-halli-wal-aqdi/ diakses pada tanggal 08 oktober 2016 jam 08.00 WIB
[2] Farid Abdullah Khaliq, Fikih Politik Islam, (jakarta, Amzah, 2005), Hal:82.
[3] Farid Abdullah Khaliq, Fikih Politik Islam, (jakarta, Amzah, 2005), Hal: 109.

[5] Farid Abdullah Khaliq, Fikih Politik Islam, (jakarta, Amzah, 2005), Hal:78-80.
[6] http://fadliyanur.blogspot.com/ahlul-halli-wal-aqdi.html diakses pada tanggal 08 oktober 2016 jam 08.30 WIB
[7] http://iwannasti.blogspot.co.id/makalah-fiqh-siyasah.html diakses pada tanggal 08 oktober 2016 jam 08.50 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar