Subjek dan
Objek Bimbingan Konseling Agama
Makalah
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata kuliah: Bimbingan dan Konseling Agama
DosenPengampu
: Dra. Maryatul Kibtiyah, M.Pd
DisusunOleh :
Ikromah 1401016036
Siti Mumayazah 1401016037
Muhammad
FalikulIsbah 1401016038
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017
I.
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial. Dimana manusia
pasti akan membutuhkan bantuan manusia lainnya. Manusia sebagai makluk sosial
makan manusia akan berinteraksi dengan manusia lainnya dan lingkungannya.
Dengan demikian, manusia akan membutuhkan bantuan satu sama lain.
Dalam proses konseling, dijelaskan bahwa
konseling merupakam proses yang melibatkan seorang profesional atau konselor
dengan klien dengan tujuan membantu klien dalam menghadapi permasalahannya. Sedangkan
bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi
yang dimiliki mampu mengembangkan secara optimal dengan jalan memahami diri,
lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih
baik. Dan agama merupakan sebuah keyakinan atau ajaran yang diyakini oleh orang
sebagai pedoman hidup.
Jadi bimbingan konseling agama merupakan
proses memberikan bantuan kepada klien dengan mengembangkan secara optimal
dengan jalan memahami potensi yang dimiliki manusia sebagai makhluk yang
mempunyai ajaran sebagi pedoman hidup untuk kebahgiaandunia dan akhiraat.
Bimbingan konseling agama tentunya mamiliki subjek dan objek. Untuk lebih
lanjut, maka pemakalah akan membahas tentang subjek dan objek bimbingan
konseling agama.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Bagaimana
Penciptaan Manusia sebagai Subjek dan Objek Bimbingan Konseling Agama?
B.
Siapa yang
Menjadi Subjek Bimbingan Konseling Agama?
C.
Siapa yang
Menjadi Objek Bimbingan Konseling Agama?
III.
PEMBAHASAN
A.
Penciptaan
Manusia sebagai Subjek dan Objek Bimbingan Konseling Agama
Menurut Quraish Shihab, menunjukkan ada tiga
kata yang digunakan dalam Al-Qur’an dalam menyebutkan “manusia” yaitu
1.
Basyar, dalam
Al-Qur’an kata basyr lebih cenderung digunakan pada hal-hal yang berkaitan
dengan aspek fisik yang tampak secara umum. Dan dalam beberapa kasus, istilah basyar
juga digunakan untuk menggambarkan aspek-aspek psikis seperti kebutuhan,
batas-batas kemampuan mengindra, aktifitas belajar, dan tahap-tahap perkembangan
manusia. Dengan kata lain basyar lebih banyak menggambarkan persamaan
yang ada pada manusia, baik dari aspek fisik maupun psikis.
2.
Kata insan menurut Manzhur berasal dari kata Insiyan yang
berarti manusia. Sedangkan menurut Quraish Shihab, istilah insan ter ambil dari
kata “uns” yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Jinaknya manusia
ini lebih tampak manakala dibandingan dengan binatang seperti harimau, serigal,
ular dan binatang lainnya. Kata insan dalam Al-Qur’an dugunakan untuk
menunjuk manusia dengan seluruh totalitasnya, yaitu jiwa dan raganya.
Menggambarkan perbedaan-perbedaan dalam aspek keruhanian, keimanan dan
akhlak. Dengan kata lain, insan dsamping digunakan untuk manunjuk manusia
secara utuh, juga menggambarkan perbedaan antara seseorang dengan yang lainnya.
3.
Kata “Zhuriyah”
menurut Ibnu Manshur berkaitan dengan keturunan, Zhuriyah juga
berkaitan dengan sesuatu yang jatuh (diperolah) anak dari orang tuanya. Bila
kata ini diakitkan dengan Adam, maka ini berkaitan dengan keturunan darimana
seseorang berasal, dan sifat-sifat bawaan yang dibawa sejak lahir.
Manusia pada
mulanya tidak ada, kemudian ada. Adanya manusia bukan ada dengan sendirinya,
tetapi ada yang mengadakan, yang mengadakan atau yang menciptakan manusia
adalah Allah. Allah yang menciptakan manusia dengan segala kelengkapannya.
Terdapat beberapa istilah untuk menginformasiakan terciptanya manusiia., yaitu khalaqo,
ansya’a, fathara, dan ja’ala.[1]
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Mukminun ayat 67
terdapat penjelasan tentang penciptaan manusia.
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ
عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ
لِتَكُونُوا شُيُوخًا وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا
أَجَلا مُسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya: Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari
setetes, air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu
sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada
masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu
ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai
kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya).
إِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ
فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Artinya:
(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku
akan menciptakan manusia dari tanah". Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu
tersungkur dengan bersujud kepadanya".
Hadis tentang
penciptaan manusia
Sesungguhnya
Allah Taala mengutus seorang malaikat di dalam rahim. Malaikat itu berkata: Ya
Tuhan! Masih berupa air mani. Ya Tuhan! Sudah menjadi segumpal darah. Ya Tuhan!
Sudah menjadi segumpal daging. Manakala Allah sudah memutuskan untuk
menciptakannya menjadi manusia, maka malaikat akan berkata: Ya Tuhan! Diciptakan
sebagai lelaki ataukah perempuan? Sengsara ataukah bahagia? Bagaimanakah
rezekinya? Dan bagaimanakah ajalnya? Semua itu sudah ditentukan dalam perut
ibunya. (Shahih Muslim No.4785)[2]
Dalam Al-Qur’an kadang-kadang
menggunakan kata khalaqa dan kadang-kadang menggunakan ansya’a, hanya
penggunaan ansya’a lebih jarang.
Allah menciptakan manusia dengan
memiliki tujuan tertentu. Tujuan diciptakannya manusia adalah sebagi khalifah
Allah di muka bumi ini. Khalifah yang diangkat dan diberhentikan oleh Allah
untuk melaksanankan tugas-tugas sesuai kehendak dan aturan-Nya. Dalam
menjalankan tugas sebagi khalifah, ada sejumlah aturan berupa perintah atau
larangan yang harus dipatuhi, yang dalam melaksanakannya dinilai sebagai
ibadah.
Ibadah yang harus dilakukan oleh
manusia yitu ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh. Ibadah mahdhoh adalah ibadah
yang telah ditentuka oleh Allah, baik bentuk, kadar atau waktu pelaksanannya.
Sedangkan ibadah ghoiru mahdhoh adalah ibadah segala aktivitas lahir maupun
batin manusia yang dimaksudkan untuk mendekatkat diri kepada Allah.[3]
B.
Subjek
Bimbingan Konseling Agama
Pada dasarnya
yang menjadi subjek dalam bimbingan dan konseling agama adalah manusia itu
sendiri. Namun hal ini yang menjadi subjek bimbingan dan konseling agama adalah
konselor. Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses konseling.
Konselor dalam menjalankan peranannya bertindak sebagai fasilitator bagi klien.
Selain itu konselor juga bertindak sebagai penasehat, guru, konsultan yang
mendampingi klien sampai klien dapat menemukan dan mengatasi masalah yang
sedang duhadapinya.
Dalam
melakukan proses konseling, seorang konselor harus dapat menerima keadaan klien
apa adanya. Konselor juga harus dapat menciptakan suasana yang kondusif saat
proses konseling berlangsung.
Menurut Carl
Rogers, konselor memiliki karakteristik,
diantaranya:
1. Congruence
Menurut Rogers, seorang konselor
harus terintegrasi dan kongruen. Pengertiannya adalah seorang konselor terlebih
dahulu harus memahami dirinya sendiri. Antara pikiran, perasaan dan
pengalamannya harus serasi. Konselor harus benar-benar menjadi dirinya sendiri,
tnpa menutup-nutupi kekurangannya sendiri.
2. Unconditional positive regard
Konselor harus dapat menerima atau
respek kepada klien walaupun dengan keadaan yang tidak dapat diterima oleh
lingkunganna. Menurut Ragers, setiap manusia memiliki tendensi untuk
mengaktualisasikan dirinya ke arah yang lebih baik. Untuk itulah konselor harus
memberikan kepercayaan kepada klien untuk mengembangkan dirinya. Situasi
konseling harus menciptakan hubungan kasih sayang yang mendatangkan efek konstruktif
pada diri klien sehingga klien emiliki kemampuan dalam memberi dan menerima
cinta.
3. Empahty
Empathy disini maksudnya adalah memahami
orang lain dari suduk kerangka berfikirnya. Selain itu empathy yang dirasakan
juga harus ditunjukkan. Konselor harus dapat menyingkirkan nilai-nilainya
sendiri tetapi tidak boleh ikut terlarut dalam nilai-nilai klien. Rogers,
mengartikan empathy sebagai kemampuan yang dapat merasakan dunia klien tanpa
kehilangan kesadaran dirinya. Ia menyebutkan komponen yang terdapat dalam
empathy meliputi: penghargaan positif, rasa hormat, kehangatan, kekonkritan, kesiapan
atau kesegaran, konfrontasi, dan keaslian.
Selain karakteristik yang disebutkan Calr
Rogers, seorang konselor yang berperan sebagai pembantu bagi klien harus
memiliki karakteristik yang positif untuk menjamin keefektifannya dalam
memberikan penanganan. Dalam hal ini, Latipun membagi dua aspek utama yaitu:
1.
Keahlian dan
ketrampilan
Konselor adalah orang yang harus
benar-benar mengerti dunia konseling dan menyelesaikan permasalah klien dengan
tapat, aspek keahlian dan ketrampilan wajib dipenuhi oleh konselor yang
efektif.
2.
Kepribadian konselor
Kepribadian seoarng konselor juga
turut menentukan keberhasialan proses konseling. Dimensi kepribadian yang harus
dimiliki oleh seorang konselor sebagai berikut:
a.
Spontanitas
b.
Fleksibilitas
c.
Konsentrasi
d.
Keterbukaan
e.
Stabilitas
emosi
f.
Berkeyakinan
dan kemampuan untuk berubah
g.
Komitmen pada
rasa kemanusiaan
h.
Kemauan membantu
klien mengubah lingkungannya
i.
Pengetahuan
konselor
j.
Totalitas
Secara umum, karakteristik seorang konselor
yang berlaku di Indonesia telah diuraikan oleh Willis, seperti berikut:
1.
Beriman dan
bertakwa
2.
Menyenangi
manusia
3.
Komunikator
yang trampil dan pendengar yang baik
4.
Memiliki ilmu
dan wawasan tentang manusia, sosial-budaya yang baik dan kompeten
5.
Fleksibel,
tenang dan sabar
6.
Menguasai
ketrampilan teknik dan intuisi
7.
Memahami etika
profesi
8.
Respek, jujur,
asli, menghargai, dan tidak menilai
9.
Empati,
memahami, menerima, hangat, dan bersahabat
10.
Fasilitator
dan motivator
11.
Emosi stabil,
pikiran jernih, cepat dan mampu
12.
Objektif,
rasional, logis, dan konkrit
13.
Konsisten dan
beranggung jawab.[4]
Karakteristik konselor yag diharapkan bisa
melaksanakan konseling Islami:
1.
Seseorang yang
sudah mendalami dan mendapat keahian khusus dalam bidang konseling atau
pendidikan profesi konseling
2.
Seseorang yang
memiliki pemahaman ajaran agama yang memadahi
3.
Seorang yang
cara hidupnya layak diteldani
4.
Seseorang yang
punya keinginan kuat dan ikhlas untuk membantu orang lain
5.
Seseorang yang
bisa memegang rahasia orang lain
6.
Seseorang yang
menyadari berbagai kelemahan pribadinya dan tidak enggan meminta bantuan ahli
lain
7.
Seorang yang
tidak mudah putus asa
8.
Seorang
muslim/muslimah yang secara terus menerus berudaha memperkuat iman,
ketakwaannya, dan berusaha menjadi ihsan yang suci hatinya[5]
Selain memiliki karakteristik, seorang
konselor juga memiliki peran dan fungsi. Peran (role) didefinisikan
sebagai the interaction of expectations about a “position” and perceptions
of the actual person in that position. Dari definisi yang dikembangkan oleh
Baruth dan Robinson III, dapat diartikan bahwa, peran adalah apa yng
diaharapkan dari posisi yang dijalani seorang konselor dan persepsi sebagai
orang lain terhapad posisi konselor tersbut.
Sementara fungsi (function) didefinisikan
sebagai what he individual does in the way of specific activity. Dari
definisi tersebut, dapat diartikan bahwa fungsi adalah hal-hal yang harus
dilakukan oleh konselor dalam menjalani profesinya.
Corey mengatakan bahwa tidak ada satpun jawaban
sederhana yang mampu menerangkan bahwa bagaimana sebenarnya peran konselor yang
layank. Ada beberapa faktor yang diperhitungan dalam menentukan peran konselor,
yaitu tipe pendekatan konseling yang digunakan, karakteristik kepribadian
konselor, taraf latihan, klien yang dilayani dan setting konseling.
Fungsi utama seorang konselor adalah membantu
klien menadari kekuatan-lkekuatan mereka sendiri, menentuka hal-hal apa yang
merintangi mereka menentukan kekuatan tersebut, dan memperjelas pribadi seperti
apa yang mereka harapkan fungsi sensial dari konseloradalah memberika umpan
balik yang jujur dan langsung kepada klien.[6]
C.
Objek
Bimbingan Konseling Agama
Bila konselor
menjadi subjek bimbingan konseling agama, maka yang berperan sebagai objek
bimbingan konseling agama adalah klien. Dimana klien adalah pihak yang dibantu
dalam menghadapi masalahnya. Willis mendefinisikan klien adalah setiap individu
yang diberikan bantuan profesioal oleh seorang konselor atas permintaan dirinya
atau orang lain. Sedangkan menurut Rogers, klien adalah individu yang datang
kepada konselor dalam keadaan cemas dan tidak kongruensi.
Klien juga
memiliki karakteristik, menurut Willis karakter klien dapat dibagi menjadi:
1.
Klien sukarela
Klien sukarela adalah klien yang
datang kepada konselor atas kesadaran diri sendiri karena memiliki maksud dan
tujuan tertentu. Hal ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh informasi,
mencari penjelasan tentang masalah dan lain-lain. Adapun ciri-ciri klien
sukarela sebagai berikut:
a.
Datang atas
kemauan sendiri
b.
Segera dapat
beradaptasi dengan konselor
c.
Mudah terbuka
d.
Bersungguh-sungguh
dalam mengikuti proses konseling
e.
Berusaha
mengemukakan permasalahnya dengan jelas
f.
Sikap
bersahabat, mengharap bantuan
g.
Berusaha
mengungkapkan rahasia walaupun menyakitkan
2.
Klien terpaksa
Klien terpaksa adalah klien yang
datang pada konselor bukan atas kemauannya sendiri namun atas dorongan teman
atau keluarga. Adapun ciri-ciri klien terpaksa sebagai berikut:
a.
Klien bersifat
tertutup
b.
Enggan
berbicara
c.
Curuga
terhadap konselor
d.
Kurang
bersahabat
e.
Menolak secara
halus bantuan konselor
3.
Klien enggan (Relictant
Client)
Klien enggan adalah klien yang
datang pada konselor bukan untuk dibantu untuk dibantu menyelesaikan
masalahnya, melaikna senang untuk berbincang-bincang dengan konselor. Ada juga
klien enggan yang hanya diam karena tidak suka dibantu masalahnya. Upaya yang
dapat dilakukan manghadapi klien enggan adalah:
a.
Menyadarkan
kekeliruannya
b.
Memberi
kesempatan agar klien dibimbing oleh konselor atau lawan bicara yang lain.
4.
Klien
bermusuhan atau menentang
Klien bermusuhan atau menentang
merupakan kelanjutan dari klien terpaksa yang bermasalah cukup serius.
Ciri-ciri klien ini adalah tertutup, menentang, bermusuhan, dan menolak secara
terbuka. Cara untuk menghadapi klien semacam ini dengan cara sebagai berikut:
a.
Ramah,
bersahabat, empati
b.
Toleransi
terhdap perikalu klien yang tampak
c.
Meningkatkan
kesabaran, menanti saat yang tepat untuk berbicara sesuai bahasa tubuh klien
d.
Memahami
keinginan kien yang tidak mau dibimbing
e.
Mengajak
negosisi atau kontrak waktu dan penjelasan konseling.
5.
Klien krisis
Klien krisis merupkan klien yang
mendapatkan musibah seperti kematianorang-orang terdekat, kebakaran rumah, dan
pemerkosaan. Tugas konselor disini adalah memberikan bantuan yang dapat membuat
klien menjadi stabil dan mampu enyesuaikan diri dengan situasi baru. Ciri-ciri
klien ini sebagai berikit:
a.
Tertutup atau
menutup diri dari dunia luar
b.
Sangat
emosiaonal
c.
Tidak berdaya
d.
Ada yang
mengalami histeria
e.
Kurang mampu
berfikir rasional
f.
Tidak mampu
mengurus diri dan keluarga
g.
Membutuhkan
orang yang dipercaya[7]
Karakteristik klien yang Islami
1.
Klien yang
dibantu adalah klien yang beragama Islam dan bersedian dibantu melalui
pendekatan yang Islami
2.
Klien yang
dibantu adalah individu yang sedang mengalami masalah untuk mendapatkan
kebahagiaan hidup
3.
Klien secara
sukarela atau didorong untuk mengikuti proses konseling
4.
Klien adalah
seorang yang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri dan bertanggung jawab
atas dirinya setelah dewasa untuk kehidupan dinia akhirat.
5.
Pada dasarnya
klien adalah baik, karena Allah telah membekali setiap individu dengan potensi
berupa fitrah yang suci untuk tunduk pada aturan dan petunjuk Allah
6.
Ketidaktentraman
klien dalam hidupnya umumnya bersumber dari belum dijalankannya ajaran Islam.
7.
Klien yang
bermasalah pada hakikatnya orang yang membutuhkan bantuan untuk memfu[8]gsikan
jasmani, qolb, a’qal dalam mengendalikan dorongan hawa nafsu.
IV.
KESIMPULAN
Menurut Quraish Shihab, menunjukkan ada tiga
kata yang digunakan dalam Al-Qur’an dalam menyebutkan “manusia” yaitu basyar,
insan dan zuriyah. Allah menciptakan manusia dengan air dan kemudian
berproses dan jadilah manusia. Tujuan diciptakannya
manusia adalah sebagi khalifah Allah di muka bumi ini.
Subjek bimbingan konseling
kelompok adalah konselor. Dimana konselor memiliki beberapa karakteristik,
antara lain: Seseorang yang sudah mendalami dan mendapat
keahian khusus dalam bidang konseling atau pendidikan profesi konseling. Seseorang
yang memiliki pemahaman ajaran agama yang memadahi. Seorang
yang cara hidupnya layak diteldani. Seseorang
yang punya keinginan kuat dan ikhlas untuk membantu orang lain. Seseorang yang bisa memegang rahasia orang lain. Seseorang yang menyadari berbagai kelemahan
pribadinya dan tidak enggan meminta bantuan ahli lain.
Seorang yang tidak mudah putus asa. Seorang
muslim/muslimah yang secara terus menerus berudaha memperkuat iman,
ketakwaannya, dan berusaha menjadi ihsan yang suci hatinya.
Klien sebagai objek kajian bimbingan konseling
agama juga mempunyai jenisnya tersendiri. Jenis klien tesebut antara lain:
klien sukarela, klien terpaksa, klien enggan, klien bermusuhan atau menentang
dan klien krisis.
V.
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan tentang Subjek dan Objek
Bimbingan Konseling Agama. Kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Erhamwilda, Konseling
Islami, Yogyakarta: GrahaIlmu, 2009
Lumongga,Namora.Memahami
Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana, 2011
Sutoyo,Anwar.Bimbingan
dan Konseling Islami (Teori dan Praktik),Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2014
Hadis Digital
Qur’an Digital
[1] Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling
Islami (Teori dan Praktik),Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, Cet 2, hal.51
[2]Hadis Digital
[3]Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling
Islami (Teori dan Praktik),Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, Cet 2,
hal.58-59
[4] Namora
Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik,
Jakarta: Kencana, 2011, Cet 1, hal 31-32
[5]Erhamwilda, Konseling Islami,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, Cet 1, hal. 115-116
[6]Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar
Konseling dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana, 2011, Cet 1, hal 32
[7] Namora
Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik,
Jakarta: Kencana, 2011, Cet 1, hal 46-50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar