Kamis, 01 Juni 2017

Wali Di Jawa Tengah (Sunan Kalijogo)



A.    PENDAHULUAN
Walisongo adalah Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan-Tuban di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria, kalijaga di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Penyebaran islam dijawa tengah dilakukan oleh 3 wali yaitu sunan  kudus, sunan muria, dan sunan kalijaga yang kesemuanya mempunyai metode dakwah tersendiri sesuai karakter orang-orang yang ada didaerah tersebut.
Oleh sebab itu saya menyusun makalah ini yang didalamnya meliputi profil singkat dari Sunan Kalijaga , metode dakwah yang digunakan oleh Sunan Kalijaga, kekurangan dan kelebihan metode dakwah yang digunakan Sunan Kalijaga, dan pengembangannya dakwah dalam konteks kekinian.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Profil singkat tentang Sunan Kalijaga?
2.      Apa metode dakwah yang digunakan Sunan Kalijaga?
3.      Apa kekurangan dan kelebihan metode dakwah yang digunakan Sunan Kalijaga?
4.      Bagaimana pengembangannya dakwah dalam konteks kekinian?









C.    PEMBAHASAN
1.      Profil singkat sunan kalijaga

Masa kecilnya bernama Raden Said, lahir pada tahun Masehi 1450 M, putra Adipati Tuban (jawa timur) yang berernama Tumenggung AryamWilatikta atau Raden Sahur, keturunan dari pemeberontak maja pahit, yaitu Ronggolawe. Kalau diruntut kebelakang, Aria Teja 111, Aria Teja 11dan Aria Teja 1, yang dikenal dengan nama Aria Adikara atau Ronggolawe, sebagai pendiri kerajaan Maja pahit. Kadipaten Tuban waktu itu berada dibawah kekuasaan Kerajaan maja pahit. Sebutan Sunan Kalijaga baru muncul setelah pertemuannya dengan Sunan Bonang.[1]
Sunan Kalijogo beristeri dua orang, yaitu yang pertama Dewi Sarah Bin Maulana Ishaq, dan yang kedua bernama Dewi Sarokah atau bin Zaenab Bin Sunan Gunungjati. Jadi isteri pertama Sunan Kalijogo adalah saudara kandung Raden Paku (Sunan Giri). Tetapi diatas juga telah diterangkan bahwa Sunan Kalijaga juga menikah dengan Siti Khafsah binti Sunan Ampel. Kalau ini benar, maka berarti Sunan Kalijogo mempunyai tiga isteri. Dengan Dewi Saroh, Sunan Kalijogo berputra tiga orang, yaitu: Raden Umar Sahid (Sunan Muria), Dewi Ruqayyah, dan Dewi Sofiah. Dengan Dewi Sarokah lahir lima anak, yaitu: Kanjeng Ratu Pembayun ( Istri Sunan Trenggono), Nyai Ajeng Panenggak (Istri Kyai Pakar), Sunan Hadi (menggantikan kedudukan Sunan Kalijogo Dikadilangu), Raden Abdurrohman, dan Nyai Ageng Ngerang. Berita ini menunjukkan hubungan perkawinan yang agak ruwet, karena Isteri Sunan Muria, yaitu Dewi Roroyono adalah anak Ki Ajeng Gerang. Padahal melihat keterangan diatas berarti usia Sunan Muria tentunya lebih tua dibandingkan dengan usia Ibu mertuanya yang saudara Seayah, Nyai Ageng Ngerang. [2]
Sunan Kalijaga disebut juga seseorang yang sufi yang ajaran-ajaranya diikuti oleh para penguasa waktu itu. Sunan Kalijaga mengajarkan sikap narima ing pandum yang diuraikannya menjadi lima sikap yakni rela, menerima, temen, sabar dan budi luhur. Kelima sifat itu sebenarnya bersumber dari ajaran agama islam yakni: rela dari ridha atau ikhlas, narima dari qonaah, temen dari sifat amanah, sabar dari kata shobar, dan budi luhur adalah al-akhlak al-karim.[3]
Sunan Kalijogo juga pernah mendapat gelar “seniman dan budayawan” karena beliau lah yang pertama kali menciptakan seni pakaian, seni suara, seni ukir, seni gamelan, wayang kulit, bedug Di mesjid, Grebug Maulud, dan lain-lain.
a)      seni pakaian.
 sunan kalijogo yang pertama kali menciptakan baju taqwa. Yang kemudian disempurnakan oleh Sultan Agung dengan dester menyamping dan keris serta rangkaian lainnya. Baju ini masih banyak dipakai oleh masyarakat jawa dan menjadi pakaiana adat, yang sering digunakan pada acara pengantin.
b)      Seni Suara.
Sunan Kalijogo lah yang pertama kali menciptakan Dandang Gulo dan Dandang Gulo semarangan.
c)      Seni Ukir.
Sunan Kalijogo sebagai pencipta seni ukir bermotif dedaunan, bentuk gayor atau alat menggantungkan gamelan dan bentuk ormatentik lainnya yang sekarang dianggap seni ukir nasional. Sebelum era Sunan Kalijogo, kebanyak seni ukir bermotifkan manusia dan binatang
d)     Bedug atau Jedor Di Masjid
Sunan kalijogo juga yang pertama kali mempunyai ide menciptakan Bedug mesjid, yaitu  memerintahkan muridnya yang bernama Sunan Bajad untuk membuat Bedug Dimasjid semarang, Guna memanggil orang untuk pergi mengerjakan Sholat jama’ah.
e)      Gerebeg maulud
Ini adalah acara ritual yang diprakarsai sunan Kalijogo, asalnya adalah tabligh atau pengajian akbar yang diselenggarakan para wali di Masjid Agung Ndemak untuk memperingati Maulid Nabi.
f)       Gong Skaten
Adalah gong ciptaan Sunan Kalijogo yang nama aslinya adalah Gong Syahadatain, yaitu dua kalimah Syahadat. Bila gong itu dipukul akan berbunyi bermakna “disana disitu mumpung masih hidup, berkumpullah untuk masuk agama islam”.
g)      Wayang Kulit
Pada zaman sebelum Sunan Kalijogo, wayang bentuknya berupa gambar. Adegan demi adegan wayang digambar pada sebuah kertas dengan ujud manusia. Karena diharamkan oleh Sunan Giri, Sunan Kalijogo membuat kreasi baru, bentuk wayang dirubah sedemikian rupa, dan digambar atau diukir pada sebuah kulit kambing. Satu lukisan adalah satu wayang, sedang zaman sebelumnya, satu lukisan adalah satu adegan. Gambar yang ditampilkan oleh Sunan Kalijogo tidak bisa desebut dengan manusia, karena lebih mirip karikatur. Diseluruh dunia, hanya dijawa ada bentuk wayang kita lihat sekarang. Itulah ciptaan Sunan Kalijogo.[4]
Sunan Kalijaga juga pernah terkenal dengan julukan Brandal Lokajaya, seorang yang semula menjalani kehidupan gelap, sesat dan jahat. Berkat dakwah Sunan Bonang, Berandal Lokajaya bertobat kejalan yang benar, dan bahkan menjadi seorang utama yang berhak menyandang gelar kehormatan, yaitu sebagai wali penutup dan wali pusat, sesuai dengan kedudukan tersebut, ia memang sangat populer, terkenal,bahkan melebihi kemasyuharan guru-gurunya.[5]
2.      Metode dakwah yang digunakan Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga melakukan dakwah melalui “Kidung rumekso ing wengi”. Sunan kalijaga menawarkan do’a keselamatan. Karena keselamatan merupakan bagian pokok dari misi agama. Tanpa jaminan keselamatan, tidak mungkin ada umat yang mengikuti agama tersebut. Dan sunan kalijogo, menawarkan keselamatan riil yang bisa bisa dinikmati oleh manusia. Dengan do’a orang yakin memperoleh keselamatan keselamatan atas dirinya.
Kekuatan kidung atau mantra yang berisi do’a, bisa jadi selain kekuata Illahi juga kekuatan yang muncul dari diri manusia itu sendiri, setelah tersugesti akan kekuatan mantra. Karena ketika sesuatu telah menjadi keyakinan, maka yang terjadi adalah apa yang diyakininya. “kidung rumekso ing wengi” tentu tidak akan memiliki makna apa-apa bila dibaca tanpa menumbuhkan rasa keyakinan atau sugesti bahwa kidung tersebut memiliki kekuatan proteksi, tidak hanya pesan moral dan spiritual yang ia siapkan, tapi juga manajemen pemberdayaan energi universal yang dimiliki oleh setiap pembacanya.[6]
Fungsi kidung rumekso ing wengi ini bagi rakyat jawa adalah a) menolak bala dimalam hari, seperti teluh, tenung duduk, ngama, maling, penggawe ala dan bilahi. b) pembebas semua benda. c). Penyembuh penyakit, termasuk gila. d). Pembebas bencana. e). Mempercepat jodoh. f) do’a menang perang. g). Memperlancar cita-cita luhur.
Cara dakwah Sunan Kalijaga yang lain adalah melalui bidang karawitan. Hal ini diketahui dari gamelan yang diduga sebagai peninggalan Sunan Kalijaga. Gamelan-gamelan ini diberi nama kanjeng kyai nagawilaga dan kanjeng  kyai madu. Gamelan-gamelan, yang dikenal sebagai gamelan sekaten, itu disimpan dikeraton yogyakarta dan keraton kasunanan surakarta, seiring dengan berpindahnya islam ke Mataram.[7]
Sunan Kalijogo juga pandai mendalang. Sesudah peresmian Masjid Ndemak dengan Shoalat Juma’at beliaulah yang mendalang bagi pagelaran wayang kulit yang diperuntukkan menghibur dan berdakwah kepada rakyat. Lakon yang dibawakan sering kali ciptaannya sendiri, seperti: Jimat Kalimasada atau ucapan syahadat, Dewi Ruci, Petruk jadi Ratu, Wahyu Widayat dan lain-lain.  Dalam berdakwah beliau berbeda dengan Wali-wali pada umumnya yang mendirikan pesantren atau surau sebagai tempat mendidik santri-santrinya, namun Sunan Kalijaga lebih memilih berdakwah menggunakan kesenian diantarnya menciptakan lagu-lagu gending Jawa dan pagelaran wayang kulit. Sunan Kalijaga juga suka berkeliling atau mendatangi masyarakat secara langsung dalam berdakwah, Beliau terkenal diseantero pulau Jawa baik dikalangan bangsawan maupun rakyat jelata.
Sunan Kalijogo memiliki kecerdasan dalam menganalisis masalah dakwah. Ketika masyarakat jawa demikian cenderung pada kesenian wayang, ia tidak datang untuk melarang. Justru kegemaran masyarakat terhadap kesenian wayang menjadi inspirasi dakwah baginya. Maka dengan tanpa menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain, sang sunan menawarkan budaya wayang dengan kemasan atau alur yang dapat memberikan pencerahan moral[8]
Sunan kalijogo juga mengajarkan jalan menuntut ilmu menuju kesempurnaan hidup. Ajaran yang terdapat dalam serat walisongo inti pada intinya mengajarkan manusia agar dapat mencapai kedamain dan ketentraman. Adapun caranya adalah dengan mengendalikan nafsu manusia seperti nafsu amarah, nafsu birahi, nafsu lawwamah (mementingkan diri sendiri), dan nafsu muthmainnah (cenderung kepada Tuhan). Menurut Sunan Kalijogo, ketika seseorang sudah bisa menyingkirkan tiga nafsu amarah, birahi dan lawwanah, maka ia akan sampai kepada muthmainnah.
Selain itu Sunan kalijogo berdakwahnya dalam menyampaikan ajaran islam pun harus  mulai sedikit demi sedikit sehingga mereka merasa mudah dan ringan dalam mengamalkan ajaran agama islam. Sebagai contoh, dalam mengamalkan rukun islam yang lima yaitu syahadat, sholat, zakat puasa dan haji, hendaknya dimulai yang ringan dulu yaitu membaca kalimat syahadat. Seseorang yang sudah mau mengucapkan dan disertai dengan rasa ikhlas hati, sudah bisa dinamakan masuk islam. Apabila cara tersebut tidak dilakukan maka orang merasa berat dan enggan masuk islam.[9]
Dalam da’wahnya Sunan Kalijogo, ia punya pola yang sama dengan gurunya yang sekaligus sahabat dekatnya, yaitu sunan bonang. Paham keagamaannya cenderung sufistik berbau salaf, bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga  memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk adipati dijawa memeluk islam melalui Sunan Kalijogo diantaranya adalah: adipati pandanaran, kartasura, kebumen, banyumas, serta pajang.[10]

3.      Kekurangan dan kelebihan metode dakwah yang digunakan Sunan Kalijaga
·         Kelebihan dakwah Sunan Kalijogo
Cara dakwah Sunan Kalijaga yang menyelipkan bau keislaman ke dalam lagu-lagu jawa, membuat para masyarakat menjadi terhibur, dan membuat mereka respek terhadap islam, juga membuat masyarakat lebih mudah menerima islam. Strategi dakwahnya tidak menentang tradisi dan kebiasan nenek moyang secara frontal dengan kebiasaan. Akan tetapi melalui pendekatan yang halus dengan cara memasukkan unsur-unsur ajaran  pikiran kesadaran masyarakat jawa. Setelah itu secara perlahan menggeser sedikit demi sedikit kearah pemurnian islam.
Sunan Kalijogo bisa bertopeng kesembronoan dan menampakkan ketaatan yang dangkal, untuk menyembunyikan kesungguhan serta kedalaman bakti dan takwa kepada Allah SWT.
·         Kekurangan Sunan Kalijogo
Dalam dakwahnya sunan Kalijaga masih mengandung nilai-nilai mistis. Pada zaman dahulu tradisinya semedi dan sesaji, tetapi pada zaman sekarang semedi dan sesaji harus diganti dengan sholat wajib. Maksud nya menyajikan kebaktian kepada lelembut, makhluk-makhluk halus yang ghaib seperti jin dan setan agar membantu maksud serta keinginannya, dan terutama jangan hendaknya menggoda dan mengganggu rakyat setempat. Kekuatan sendiri itu yang menjadi ada nilai-nilai mistis.
4.      Pengembangannya dakwah dalam konteks kekinian
Proses dakwah yang dapat diterapkan pada masa sekarang yaitu dengan metode yang sedang ngetrend pada masa sekarang ini. yaitu menggunakan  wayang. Salah satu contoh tokoh yang menggunakan wayang yaitu kyai  KH. Abdul Rachim (kyai goro-goro). Sekilas, metode dakwah yang dibawakan oleh kyai Abdul rachim (kyai goro-goro)  memang mirip dengan metode dakwah yang dibawa oleh Walisanga (sunan kalijogo) ketika pertama kali menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Metode dakwah yang dibawakan oleh kyai Abdul Rochim (goro-goro)  terbukti sukses menarik perhatian puluhan ribu jamaah dalam setiap pengajian. Beliau sukses merubah anggapan bahwa pengajian hanya identik dengan sekumpulan orang-orang tua yang sudah berumur menjadi pengajian yang sangat menarik anak muda Indonesia.
Dengan cara pendekatan secara tradisional inilah KH Abdul Rochim atau yang disebut juga Ki Joko Goro - goro melakukan aktifitifitas dakwahnya KH Abdurrahim sering kali memberikan motivasi atau dorongan kepada audience untuk selalu beribadah,contohnya sholat dan ibadah lainnya. seperti menyisipkan syair campur sari yang bernilai ajakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Seperti penggalan syair "ojo ngesuk-ngesuk ojo mepet-mepet" diganti dengan "ayo seng khusuk, jama'ah bareng".[11]














D.    KESIMPULAN
Nama asli Sunan Kalijaga ialah Masa kecilnya bernama Raden Said, lahir pada tahun Masehi 1450 M, putra Adipati Tuban (jawa timur) yang bernama Tumenggung AryamWilatikta atau Raden Sahur, keturunan dari pemeberontak maja pahit, yaitu Ronggolawe. Sunan Kalijogo beristeri dua orang, yaitu yang pertama Dewi Sarah Bin Maulana Ishaq, dan yang kedua bernama Dewi Sarokah atau bin Zaenab Bin Sunan Gunungjati. Jadi isteri pertama Sunan Kalijogo adalah saudara kandung Raden Paku (Sunan Giri). Sunan Kalijaga disebut juga seseorang yang sufi yang ajaran-ajaranya diikuti oleh para penguasa waktu itu, Sunan Kalijogo juga pernah mendapat gelar seniman dan budayawan, Sunan Kalijaga juga pernah terkenal dengan julukan Brandal Lokajaya, dan cara dakwah nya Sunan Kalijogo dengan menggunakan kesenian atau  wayang.

E.     PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat tentang Dakwah Walisongo di Jawa Tengah (Sunan Kalijaga), semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan pada rekan-rekan semua. Kami mohon maaf apabila ada kesalahaan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas. Kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahaan. Untuk menyempurnakan makalah ini, kami sangat membutuh kan kritik dan rekan-rekan semua. Sekian dari kami, semoga dapat diterima dihati dan kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya.











DAFTAR PUSTAKA

Saksono Widji. Mengislamkan Tanah Jawa. Bandung. Mizan. 1995.

Simon Hasanau. Peran Walisongo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2004.

Suhanda Irwan. Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual. Jakarta. Kompas Media Nusantara. 2016.

Saputra Jhono Hadi. Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Pustaka Media. 2010.

http://www.nakhodaku.com/2016/04/metode-dakwah-ki-goro-goro-html. diakses pada tanggal 13 Juni Jam 13.40 WIB




                               











[1] Jhono Hadi Saputra, Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga,(Yogyakarta: Pustaka Media, 2010) Hal 09
[2] Hasanau Simon, Peran Walisongo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa,(yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004) Hal 283
[3] Irwan Suhanda, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016) Hal 153
                               
[4] Jhono Hadi Saputra, Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga,(Yogyakarta: Pustaka Media, 2010) Hal 21-23
[5] Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, (Bandung: Mizan, 1995)  Hal 30-31
[6] Jhono Hadi Saputra, Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga,(Yogyakarta: Pustaka Media, 2010) Hal 44
[7] Irwan Suhanda, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016) Hal 151-153

[8] Jhono Hadi Saputra, Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga,(Yogyakarta: Pustaka Media, 2010) Hal 23
[9] Irwan Suhanda, Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016) Hal 154-156

[10] Jhono Hadi Saputra, Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga,(Yogyakarta: Pustaka Media, 2010) Hal 16

[11] http://www.nakhodaku.com/2016/04/metode-dakwah-ki-goro-goro-html. diakses pada tanggal 13 Juni Jam 13.40 WIB

1 komentar:

  1. Walisongo Adalah Utusan Khalifah Utsmaniyah
    https://bogotabb.blogspot.co.id/


    Sri Sultan HB X Ungkap Hubungan Khilafah Utsmaniyah dengan Tanah Jawa :
    https://www.youtube.com/watch?v=L4jwAjgYqVw

    BalasHapus