Senin, 05 Juni 2017

tujuan, terapi dan ketrampilan dalam konseling kelompok



I.            PENDAHULUAN
Pelaksanaan konseling terus mengalami perkembangan dari yang semula menekankan pada pendekatan individual berlanjut kepada pendekatan kelompok. (Hal yang mendasasri penyelenggaraan konseling kelompok adalah bahwa proses pembelajaran dalam bentuk pengubahan pengetahuan, sikap dan perilaku termasuk dalam hal pemecahan masalah dapat terjadi melalui proses kelompok.
Dalam suatu kelompok anggotanya dapat memberi umpan balik yang diperlukan untuk membantu mengatasi masalah anggota yang lain, dan angota satu dengan lainnya saling memberi dan menerima. Konseling kelompok diberikan kepada klien.
Konseling kelimpok merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik dan pengalaman belajar. Konseling kelompok dalam prosesnya menggunakan prinsip – prinsip dinamika kelompok (group dynamic).

II.         RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian, tujuan, asas, prosedur dasar konseling kelompok?
B.     Bagaimana terapi dalam konseling kelompok?
C.     Apa saja ketrampilan dalam konseling kelompok?

III.      PEMBAHASAN
A.    Pengertian, tujuan, asas, prosedur dasar konseling kelompok
1.      pengertian
Istilah bimbingan kelompok mengacu pada aktifitas – aktifitas kelompok yang berfokus pada penyediaan informasi atau pengalaman lewat aktifitas kelompok, yang terencana dan terorganisasi. Istilah konseling kelompok mengacu pada penyesuaian rutin atau pengalaman perkembangan dalam lingkup kelompok. Konseling kelompok difokuskan untuk membantu konseli memngatasi problem mereka lewat penyesuaian diri perkembangan kepribadian hari – kehari[1].
Konseling kelompok didefinisikan sebagai suatu dinamika, proses, antar pribadi yang memusatkan dalam pikiran sadar, perasaan dan tingkah laku. Kelompok menciptakan dan membantu suasana saling percaya, memperhaikan, memahami dan menerima, mendukung yang memungkinkan anak untuk mengungkapkan masalah pribadi mereka dengan teman – teman sebaya mereka dan konselor[2].
2.      Tujuan Konseling Kelompok
a.       Tujuan Umum
Tujuan umum layanan KKp adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Dalam kaitan ini , sering menjadi kenyataan bahwa kemmapuan bersosialisasi atau komunikasi seseorang sering menganggu oleh perasaan, pikiran, persepsi, dan sikap yang tidak objektif, smpit dan terkungkung serta tidak efektif.melalui kkp hal – hal yang menganggu atau menghimpit perasaan dapat diungkapkan,dilonggarkan, diringkan melalui berbagai cara. KKp juga bermaksud mengetntaskan masalah klien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
b.      Tujuan Khusus
Konseling kelompok terfokus pada pembahasan masalah pribadi individu peserta kegiatan layanan. Melalui layanan kelompok yang ntensif dalam upaya pemecahan masalah tersebut para pserta memperoleh 2 tujuan sekaligus:
1)      Berkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap terarah kepada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi atau berkomunikasi
2)      Terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan ang diperolehnya imbasan masalah tersebut bagi indvidu – individu lain pesrta KKp[3].
3.      Asas Konseling Kelompok
a.       Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam keguatan kelompok hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya boleh diketahui AK dan tidak disbarluaskan keluar kelompok. Seluruh AK hendaknya menyadari benar hal ini dan bertekad untuk melaksanakannya. Aplikasi asas kerahasiaan lebih dirasakan pentingnya dalam Kkp mengingat pokok bahasan adalah masalah pribadi yang dialami AK. Disini posisi asas kerahasiaan sama posisinya seperti dalam layanan konseling perorangan. PK dengan sungguh – sunggguh hendaknya memantapkan asas ini sehingga seluruh AK berkomitmen penuh untuk melaksanakannya.
b.      Kesukarelaan
Kesurelaan AK sejak awal dimulai sejak awal rencana pembentukan kelompok oleh konselor (PK). Kesukarelaan terus-menerus dibina melalui upaya PK mengembangkan syarat-syarat kelompok yang efektiv dan pensruktural tentang layanan KKP. Dengan kesukarelaan itu akan dapat mewujudkan peran akttif diri mereka masing-masing untuk mencapai layanan.
c.       Asas kekiknian
Asas ini memberikan isi aktual dalam pembahsan yang dilakukan, akan diminta mengemukakan hal-hal yang terjadi dan berlaku sekarang ini. Hal-hal atau pengalaman yang telah lalu dianalisis yang disangkut pautkan hal-hal yang terjadi dan berlaku sekarang. Hal-hal yang akan datang direncanakan sesuai dengan kondisi yang ada sekarang.
d.      Asas kenormatifan
Asas ini dipraktikan berkenaan dengan cara-cara berkomunikasi dan bertata krama dalam kegiatan kelompok, dan dalam mengemas isi bahasan.
e.       Asas keahlian
Asas ini diperlihatkan untuk PK dalam mengelola kegiatan kelompok dalam mengembangkan proses dan isi pembahasan secara keseluruhan.[4]
4.      Prosedur dasar konseling kelompok
Prosedur pelaksanaan menurut prayetno bimbingan kelompok dan konseling kelompok diselenggarakan melalui 4 tahap kegiatab yaitu :
a.       Tahap pembentukan yaitu tahap untuk membentuk jumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan bersama
b.      Tahap peralihan yaitu tahapan untuk mngalihkan kegiatan awal kelompok kekegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok
c.       Tahap kegiatan yaitu tahap kegiatan inti untuk mebahas topik-topik tertentu pada BKP atau mengentaskan pribadi anggota kelompok pada KKp
d.      Tahap pengakhiran yaitu tahap akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok serta mencapai kegiatan selanjutnya.[5]

B.     Terapi dalam konseling kelompok
Istilah terapi kelompok meruuk pada penyediaan pengalaman-pengalaman mendalam bagi individu yang memerlukan bantuan bagi penyesuaian diri, gangguan emosi atau hambatan perkembangan yang serius. Kelompok terapi biasanya dibedakan dari kelompok konseling oleh panjangnya waktu atau kedalaman pengalaman individu-individu yang terlibat. Ada beberapa terapi atau teknik yang digunakan dalam konseling kelompok, antara lain :
1.      Terapi Psikoanalisis
a.       Asosiasi Bebas
          Asosiasi bebas merupakan teknik utama psikoanalisis. Pasien diminta untuk mengatakan (mengungkapkan) apa saja yang berada dalam fikirannya (perasaannya). Tidak menjadi masalah, apakah yang dikatakannya itu kata-kata cabul, tidak logis, atau kata-kata yang tidak penting. Menggunakan teknik ini memang tidak mudah dan sering memakan waktu lama. Menurut Rochman Natawidjaja (1987) asosiasi bebas merupakan komunikasi mengenai apapun yang melintas dalam ingatan, meskipun hal itu sangat menyakitkan tidak logis dan sangat tidak relevan. Dalam konteks kelompok teknik ini digunakan untuk memajukan spontanitas, interaksi, dan perasaan kesatuan dalam kelompok. Dalam suatu kelompok, asosiasi bebas merupakan tipe “Free Floating discussion” (mengadakan diskusi bebas) anggota kelompok melaporkan perasaan dan kesan mereka dengan segera. Salah satu cara untuk memajukan kelompok asosiasi bebas adalah melalui “go-around technique”. Prosedur ini mengajukan semua anggota untuk membagi perasaan dan kesan (feelings and impressions) mereka tentang yang lain dalam proses kelompok dan tidak hanya diberikan pesan personal, tapi juga menerima informasi interpersonal yang baik. Persepsi interpersonal sangat penting dalam pengembangan kepribadian manusia.
b.      Analisis Mimpi
          Teknik analisis mimpi sagat terkait asosiasi bebas. Ketika pasien tidur, ego menjadi lemah untuk mengontrol dorongan-dorongan Id atau hal-hal yang tidak disadari. Akhirnya dorongan-dorongan tersebut dapat mendesak ego untuk memuaskannya. Proses pemuasan dilambangkan dalam bentuk mimpi. Untuk menelusuri akar masalah yang dialami pasien, maka para analisis mengungkapnya dengan cara menganalisis mimpi tersebut. Dalam hal ini, pasien diminta untuk menceritakan isi mimpinya kepada konselor.
c.       Interpretasi
          Setelah masalah pasien diketahui secara jelas, kemudian konselor menginterpretasi masalah pasien tersebut. Melalui interpretasi konselor ini, pasien menjadi pendorong untuk mengakui ketidaksadarannya, baik terkait dengan pikiran, kegiatan, atau keinginan-keinginannya. Kelemahan dari interpretasidalam psikoanalisis kelompok adalah pemimpin kelompok terlalu melibatkan diri dengan seorang anggota kelompok dan tidak memberikan kebutuhan bagi anggota kelompok yang lain.



d.      Resistensi
          Resistensi dalam proses bimbingan terjadi dalam bentuk tidak menepati janji, menolak interpretasi, an banyak menghabiskan waktu untuk diskusi
e.       Transferensi
          Tranferensi atau pengalihan merupakan cara memproyeksikan emosi yang tidak tepat kepada pemimin atau anggota kelompok yang lain.[6]
2.      Terapi Cognitive-Behavior Therapy
a.       Menata keyakinan irasional
b.      Biblio therapy, menerima kondisi emosional internal sebagai suatu yang menarik ketimbang sesuatu yang menakutkan.
c.       Mengulang ke,bali penggunaan beragam pernyataan diri dalam role play dengan konselor.
d.      Mencoba penggunaan berbagai pernyataan diri yang berbeda dalam situasiriil.
e.       Mengukur perasaan, misalnya dengan mengukur perasaan cemas yang dialami saat ini dengan skala 0-100
f.       Menghentikan pikiran, individu belajar untuk menghentikan pikiran negative dan mengubahnya menjadi pikiran positif.
g.      Desentisasi sistematis, digantinya respon takut dan cemas dengan respon relaksasi yang telah dipelajari.
h.      Pelatihan keterampilan sosia.
i.        Assertiveness skill training
j.        Penugasan rumah, mempraktikan perilaku baru dan strategi kognitif antara sesi terapi
k.      In Vivo Exposure, mengatasi situasi yang menyebabkan masalah dengan memasuki situasi tersebut.
l.        Covert Conditioning, teknik yang menekankan pada struktur kognitif yang terlibat melalui cara berpikir dan tingkah laku terhadap permasalahan yang dihadapi. [7]
3.      Terapi RET (RationalEmotive Therapy)
a.       Teknik Assertive Training
          Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan konseli untuk secara terus menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diharapkan . latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendidiplinan diri konseli.
b.      Teknik Sosiodrama
          Digunakan untuk mengekpresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negative) melalui suatu suasana yang didramatisasikan sedemikian rupa sehingga konseli dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
c.       Teknik self Modeling
          Teknik yang digunakan untuk meminta konseli agar “berjanji” atau mengadakan “Komitmen” dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. Dalam self modeling ini, konseli diminta untuk tetap setia pada janjinya dan secara terus-menerus menghindarkan dirinya dari perilaku negative.
d.      Teknik imitasi
          Teknik yang digunakan dimana konseli diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negative.
4.      Terapi Gestalt
          Vander, dkk, (Adhipura, N 2015:131-132) beberapa jenis latihan dalam konseling kelompok Gestalt diuraikan sebagai berikut :
a.       Membuat giliran merupakan permainan pemanasan dalam kelompok Gestalt, yaitu saat konfrontasi ditingkatkan. Dalam latihan ini, anggota kelompok diminta untuk mengatakan sesuatu yang biasanya tidak diucapkannya.
b.      Bahasa tubuh merupakan latihan lain bagi anggota kelompok. Latihan ini ditekankan pada apa yang sedang dilakukan tubuh seseorang, seperti tangan memegang kursi atau kaki menendang. Hasil yang diharapkan adalah integrasi pikiran dan kesadaran tubuh.
c.       Mengubah pertanyaan menjadi pernyataan.
d.      Kursi kosong, merupakan suatu teknik yang didesain untuk membantu anggota kelompok menyesuaikan aspek-aspek yang berbada dari kepribadian mereka.

C.     Keterampilan konseling kelompok
Ada beberapa keterampilan dalam konseling kelompok antara lain :
1.      Mendengarkan secara aktif (active Listening)
Menjadi seorang konselor yang memiliki keterampilan mendengarkan secara aktif berarti memberikan perhatian yang total terhadap pembicara dan sensitive terhadap apa yang dikomunikasikannya baik secara verbal maupun non verbal.
2.      Menyatakan kembali (Restating)
Konselor harus terampil menuangkan kembali sesuatu yang dibicarakan dengan kata-kata yang berbada supaya lebih jelas baik untuk pembicara maupun kelompok.
3.      Merangkum (Summarizing)
Keterampilan dalam mengumpulkan elemen-elemen penting secara bersamaan dari suatu interaksi atau bagian dari sesi. Keterampilan ini berguna terutama pada saat pergantian dari satu topic ke topic yang lain.
4.      Bertanya (Questioning)
Keterampilan bertanya bertujuan untuk menggali dan mengarahkan konseli tentang apa yang dialami, dirasakan, sehingga dapat menggali perasaan konseli dengan lebih mendalam dan bagaimana dia harus berbuat selanjutnya.
5.      Menafsirkan (Interpreting)
Konselor menawarkan bantuan kepada konseli untuk memberi penjelasan tentang perilaku, perasaan dan pemikiran konseli, dengan menawarkan hipotesis tentatif tentang pola-pola perilaku tertentu, menafsirkan, membantu individu untuk melihat perspektif dan alternatif yang baru.
6.      Mengkonfrontasi (Confronting)
Ketrampilan mengkonfrontasi  dapat menjadi cara yang kuat untuk menantang anggota untuk jujur melihat dirinya sendiri. Ketrampilan ini untuk mendorong konseli melihat potensi-potensi yang dimilikinya dan memanfaatkann secara optimal dan untuk memahami hal-hal yang bertentangan dalam dirinya.
7.      Merefleksi Perasaan (Reflection Feeling)
Merupakan ketrampilan untuk merespon esensi pembicaraan konseli. Maksudnya bahwa konseli mengetahui nahwa dirinya didengar dan difahami. Refleksi sangat tergantung pada atensi, minat, pemahaman serta respek untuk individu. Apabila refleksi dilanjutkan dengan baik maka bisa membantu kontak dan keterlibatan lebih lanjut.
8.      Memberikan Dukungan (Supporting)
Memberikan dukungan berarti memberikan dorongan dan penguatan kepada anggota kelompok, khususnya ketika mereka mengungkap informasi pribadi, ketika mereka menyelidiki perasaan menyakitkan, dan ketika mereka mengambil resiko. Konselor dapat memberikan dukungan sepenuhnya pada saat yang tepat.
9.      Memberi Saran (Suggesting)
Memberi saran/nasihat merupakan satu bentuk intervensi yang dirancang untuk membantu anggota kelompok dalam alternatif tentang arah berpikir dan bertindak.
10.  Berempati (Empathizing), berempati secara efektif, seorang konselor perlu kepedulian dan respek kepada anggota kelompok.
11.  Memberi kemudahan (Facilitating),
Tujuan memberi kemudahan adalah untuk memberi kemudahan kepada anggota kelompok untuk mencapai tujuan mereka di dalam kegiatan kelompok dan meningkatkan komunikasi yang efektif antar anggota kelompok.
12.  Kemampuan Menggerakkan Anggota Kelompok (Initiating)
Konselor kelompok harus terampil dalam menggerakkan anggota kelompok dalam interaksi supaya tidak terjadi kemacetan komunikasi. Termasuk menggunakan katalisator membuat anggota untuk fokus pada pekerjaan yang bermakna.
13.  Mengevaluasi (Evaluating)
Konselor tidak menata tujuan untuk anggota kelompok, tetapi anggota kelompok sendiri yang memilih dan menjelaskan tujuan khusus mereka sendiri secara konkrit.
14.  Menata Tujuan (Setting Goals)
Evaluasi dilakukan secara terus menerus, setiap selesai sesi konselor kelompok menilai apa yang terjadi dalam kelompok dan dalam diri masing-masing anggota kelompok.
15.  Memberikan Umpan Balik (Giving Feedback)
Umpan balik harus dilakukan dengan jujur berdasarkan hasil observasi dan reaksi terhadap perilaku anggota dan mendorong anggota yntuk melakukan umpan balik terhaadap anggota lain. Umpan balik ini bertujuan untuk memberikan penilaian yang nyata tentang bagaimana seseorang kelihatannya dalam pandangan orang lain. Umpan balik yang khusus dan deskriptif akan lebih bermakna daripada yang dilakukan secara global.
16.  Memberikan Perlindungan (Protecting)
Memberikan perlindungan ini berarti bahwa konselor harus dapat memberikan perlindungan pada anggota kelompok dari resiko baik secara psikologis yang tidak perlu dari kegiatan kelompok.
17.  Menghubungkan (Linking)
Suatu cara untuk meningkatkan interaksi diantara anggota adalah dengan mencari tema yang muncul dalam kelompok dan kemudian menghubungkan pekerjaan yang sedang dikerjakan anggota dengan tema ini.
18.  Mengungkap Diri Sendiri (Disclosing Oneself)
Ketika pemimpin mengungkap dirinya sendiri biasanya memberi pengaruh pada kelompok. Keterampilan mengungkap diri sendiri terdiri dari pengetahuan tentang apa, kapan, bagaimana dan seberapa banyak informasi yang harus diungkap.


19.  Menjadi Contoh (Modelling)
Seorang pemimpin harus terampil menjadi panutan bagi kelompoknya, keteladanan ini dipelajari kelompok dnegan cara mengobservasi perilaku pemimpinnya. Seorang pemimpin akan menjadi panutan apabila dia memiliki nilai-nilai kejujuran, menghargai, keterbukaan, berani mengambil resiko untuk kebenarana yang tegas, yang diperlihatkan dalam praktek kehidupan mereka sehari-hari.
20.  Menghadang (Blocking)
Menghadang bagar tidak terjadi pertikaian sesama anggota kelompok, konselor diharapkan peka supaya jika terjadi pertikaian konselor langsung menghalang.
21.  Mengakhiri Kegiatan Kelompok (Terminating)
Keterampilan yang diperlukan dalam menutup sesi dengan berhasil termasuk memberikan saran kepada anggota-anggota untuk menerapkan apa yang telah dipelajari dalam kelompokpada kehidupan sehari-hari, mempersiapkkan anggota untuk menangani masalah mereka yang dihadapi di luar kelompok, mempersiapkan beberapa tipe evaluasi dan tindak lanjutannya, menyarankan sumber bantuan selanjutnya dan menyediakan kemungkinan untuk konsultasi individual bila diperlukan.[8]

IV.      KESIMPULAN
Konseling kelompok didefinisikan sebagai sebuah dinamika, proses antar pribadi yang memusatkan pada pikiran sadar, perasaan dan tingkah laku. Tujuan konseling kelompok mencakup tujuan umum dan tujuan khusus. Sedangkan asas dari konseling kelompok itu sendiri antara lain asas kerahasiaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kenormatifan dan asas keahlian. Prosedur konseling kelompok yaitu pembentukan, peralihan, kegiatan, dan pengakhiran. Tetapi konseling kelompok yang dapat digunakan antara lain teori psikoanalisa, cognitive behaviour therapy, therapy rasional emotive therapy, dan terapi gestalt.


V.         PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami membutuhkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat lebih baik dalam membuat makalah selanjutnya.








[1] Robert L Gibson dan Marianne H.Mitchell, Bimbingan dan konseling, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2010 , hal: 275
[2] Sri Esti Wuryani Djiwandono, Konseling dan Terapi dengan Anak dan orang tua, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005, hal: 259
[3]Prayitno, Layanan bimbingan dan konseling kelompok, Bandung: Alfa beta , 2004,hal:2-4
[4]Prayitno, Layanan bimbingan dan konseling kelompok, Bandung: Alfa beta , 2004,hal: 13-15